• Asal Usul Dusun Sentanan Gemolong

    Jenis Tradisi Lisan
    Nama Budaya Asal Usul Dusun Sentanan Gemolong
    Tahun Pelaporan 2020
    Lokasi Lokasi
    status Lestari
    Pihak Pelestari Masyarakat
    Pencipta/Tahun Pembuatan Anonim
    Sudah/Belum ada dokumen tertulis Ada
    Penulis
    Bahan
    Dimensi
  • Referensi Isi

    Asal Usul Dusun Sentanan Gemolong

    Gemolong sering disebut pula Sragen kedua. Mungkin karena ramainya kota yang terletak di bagian barat Kota Sragen. Letaknya yang strategis karena merupakan persimpangan dari segala arah. Arah selatan ke utara dan sebaliknya merupakan jalan besar yang mengarah ke Solo-Purwadadi. Jalan barat ke timur dan sebaliknya menuju Salatiga-Surabaya. Jadi, sangat wajar Gemolong menjadi kota minimetropolitan.
    Gemolong juga menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, khususnya hasil bumi. Terdapat pasar besar di tengah kota. Juga stasiun kereta api dan terminal bus antarkota antarprovinsi. Selain itu, Gemolong juga menjadi Kota Pendidikan. Meskipun wilayahnya tidak terlalu luas, Gemolong padat dengan lembaga pendidikan segala jenjang, kecuali perguruan tinggi. Kualitas pendidikan pun cukup baik yang dapat dilihat berdasarkan antusiasme masyarakat di luar Gemolong yang menjadikan sekolah di Gemolong untuk anak-anaknya.
    Sebenarnya, Gemolong tidak hanya ramai dari sisi ekonomi dan pendidikan. Ada kekayaan lain yang juga mudah dijumpai di Gemolong. Budaya, adat, dan cerita-cerita rakyat yang masih dipertahankan masyarakat hingga sekarang. Hampir semua daerah di Gemolong memiliki keistimewaan itu. Salah satu kekayaan yang istimewa itu adalah cerita asal-usul dusun Sentanan.
    Ya, Dusun Sentaran memiliki kisah unik. Dusun ini masuk wilayah Desa Kalangan Kecamatan Gemolong. Berbatasan langsung dengan wilayah Desa Nganti di sebelah timur yang juga masih masuk wilayah Kecamatan Gemolong. Di sebelah utara, ada Dusun Mbrumbung. Di sisi barat dibatasi Dusun Mbrumbung dan Nglebak. Di sisi selatan diapit Dusun Nglebak dan wilayah Desa Nganti. Jadi, Dusun Sentanan berada di tengah-tengah permukiman.
    Menelisik sejarah, Dusun Sentanan sebenarnya merupakan gabungan dua wilayah, yaitu Sentono dan Stren. Wilayah Sentono dan akhirnya disebut Sentanan dulunya menjadi tempat tinggal para sentono yang datang Kraton Surakarta. Ada tiga sentono yang datang, yaitu Natar Nyawa, Wisa Kusuma, dan Indra Nitis. Natar Nyawa sering dipanggil dengan sebutan Menggung Natar Nyawa. Wisa Kusuma konon adalah anak raja dari selir.
    Saat itu, ketiga orang itu sedang jajah desa milang kori atau mengembara dari kraton hingga sampailah pada suatu wilayah dan menetap di sana. Penduduk desa yang tidak jauh dari tempat tinggal para sentono itu menyebut wilayah yang mereka tinggali dengan sebutan Sentanan. Untuk menyambung hidup, mereka bertiga mengolah lahan kosong yang tak jauh dari kediamannya. Mereka menanami tanah garapan di pinggir kali itu tanami dengan umbi umbian. Oleh warga, tanah garapan mereka disebut stren yang berasal dari kata pasitenyang berarti siti atau tanah dan patirtan yang berarti tirta atau air.
    Seiring perubahan waktu, Natar Nyawa, Wisa Kusuma, dan Indra Nitis berpisah. Ini terjadi setelah mereka menikah. Wisa Kusuma pindah kewilayah yang sekarang jadi Dusun Ngronggah. Indra Nitis pindah ke wilayah yang sekarang jadi Dusun Karangmojo. Sementara itu, hanya Natar Nyawa yang tetap tinggal di Sentanan. Di tempat tinggalnya itu, masing-masing mereka memiliki keluarga dan akhirnya menghasilkan keturunan.
    Agar tetap bisa meneruskan perjuangan dan juga menjalin silaturahmi, akhirnya Natar Nyawa dan Wisa Kusuma saling berbesanan atau menjodohkan anaknya. Itu dilakukan setelah anak-anak mereka dewasa. Ketika menikahkan anaknya itu, Natar Nyawa terinspirasi kebiasaan ratu yang sedang ngangklang jagad atau keliling dunia tanpa menginjak tanah. Oleh karena itu, pada saat perkawinan putrinya itulah, konsep Ngangklang jagad tersebut diterapkan. Sepasang pengantin ditandu dari rumah sampai ke sebuah sendang atau sumber air untuk dilakukan prosesi upacara adat. Uniknya, saat menandu sepasang pengantin itu, tidak dipakai alat bantu, seperti tandu. Hanya dua orang yang saling menautkan tanggannya hingga bisa dibuat duduk oleh pengantin.
    Tradisi peninggalan nenek moyang itu tetap dilestarikan masyarakat hingga sekarang. Saat ada hajatan pernikahan, tradisi pengantin tandu masih tetap dilakukan di Dusun Sentanan dan sekitarnya. Upacara adat itu unik sekali dan sangat menarik. Di tengah kuatnya perubahan zaman dan cepatnya perkembangan teknologi, masyarakat masih begitu kuat memegang tradisi leluhur. Hanya ada perubahan dalam penyebutan istilah. Dulu para sesepuh kadang menyebut Sentanan dengan sebutan Stren. Namun, sejak tahun 2000an, nama Stren berangsur-angsur menghilang. Sekarang kebanyakan orang hanya menyebut Sentanan saja.

    (Yoto Teguh Pambudi)

  • Deskripsi

    Komentar *
    Nama *