• Asal Usul Dusun Bomati Masaran

       

    Jenis Tradisi Lisan
    Nama Budaya Asal Usul Dusun Bomati Masaran
    Tahun Pelaporan 2020
    Lokasi Lokasi
    status Lestari
    Pihak Pelestari Masyarakat
    Pencipta/Tahun Pembuatan Anonim
    Sudah/Belum ada dokumen tertulis Ada
    Penulis
    Bahan
    Dimensi
  • Referensi Isi

    Asal Usul Dusun Bomati Masaran
    Masaran adalah salah satu daerah yang sangat terkenal di Kabupaten Sragen. Bahkan mungkin di Jawa Tengah. Ada dua hal yang sangat menarik hingga Masaran begitu dikenal masyarakat luas. Alasan pertama karena Masaran adalah lumbung padi di Kabupaten Sragen dan menjadi salah satu daerah penyangga beras di Jawa Tengah. Maka, tak heran bila sepanjang jalan akan terlihat bentangan sawah yang sangat luas. Tidak hanya ditanami padi, tetapi juga aneka buah, seperti semangka, melon, dan aneka sayuran. Berasanya tidak hanya terkenal pulen, tetapi juga ada jenis padi organik yang bebas pestisida dan zat kimia. Murni menggunakan pupuk organik dengan perawatan secara tradisional.
    Alasan kedua adalah Masaran terkenal karena juga menjadi sentra industri. Segala jenis industri mudah ditemui di sepanjang jalan nasional. Ada pabrik tekstil, garmen, pupuk, kimia, rokok, plastic dan lain-lain. Karena itulah, saat pagi dan sore hari, jalanan sangat padat akibat bersamaan dengan berangkat dan pulangnya para karyawan pabrik. Puluhan perusahaan itu telah menjadi lapangan kerja yang sangat diminati masyarakat Sragen dan sekitarnya..
    Namun, di balik kedua keunggulan di atas, Masaran juga menyimpan sesuatu yang istimewa. Jarang bisa dijumpai di daerah lain karena ini peninggalan yang tidak terlihat, tetapi bisa dinikmati. Dilestarikan oleh generasi ke generasi agar peninggalan ini tetap lestari. Keistimewaan itu adalah cerita rakyat. Ya, Masaran memiliki banyak sekali cerita rakyat yang dikisahkan secara turun temurun. Salah satu cerita rakyat yang melegenda adalah asal usul Dusun Bomati. Lucu, ya?
    Dusun Bomati terletak di RT 17 RW 6 Kebayanan 3 Desa Dawungan, Masaran, Sragen. Saat ini, dusun itu dihuni sekitar 54 kepala keluarga. Perkampungan ini cukup padat. Mayoritas warganya bertani. Ada sebagian kecil yang merantau. Ada pula yang bekerja di kawasan industri sekitar Masaran. Dusun Bomati diapit oleh persawahan yang sangat subur. Di ujung kampung, sawah nan hijau membentang luas. Sejuk dipandang, segar udaranya. Angin berhembus pelan mengirim oksigen murni.
    Di permukiman itu, udaranya sangat sejuk. Suasana ini disebabkan para penduduk memanfaatkan pekarangan rumahnya dengan ditanami aneka sayuran, seperti tomat, cabe, sawi. Jadi, suasananya mirip miniatur sawah. Bahkan situasinya terasa seperti pasar tradisional yang dipindah ke sini. Bomati dikelilingi tiga dusun. Di sebelah utara berbatasan dengan Dusun Mojokerto. Di sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Donglo. Di sebelah timur berbatasan dengan Dusun Ngronggot. Di sebelah barat berbatasan langsung dengan Sungai Bengawan Solo, sungai terpanjang di Pulau Jawa.
    Asal usul Dusun Bomati berawal dari kisah seorang saudagar yang berdagang kerbau yang hidup pada masa walisongo. Waktu itu, seorang saudagar kerbau itu hendak menjual kerbau-kerbaunya ke pasar hewan. Kerbau-kerbaunya digiring sambil memberikan aba-aba dengan cambuk yang bunyinya mengelegar. Kerbau-kerbaunya sangat gemuk. Maklum saja, rumput segar dan dedaunan hijau tersedia melimpah ruah. Sangat wajar jika fisik kerbau begitu sehat dan bugar. Saudagar kerbau itu tersenyum senang karena terbayang keuntungan yang sangat besar dari penjualan kerbau-kerbaunya itu.
    Siang itu, udara sangat panas. Matahari terasa membakar kulit. Angin kering. Dedaunan seakan diam seribu bahasa sehingga nyaris tiada tiupan angin. Kering kerontang dan kulit terasa dibakar. Kerbau adalah binatang ternak yang tidak betah panas. Karena suasananya sangat terik, kerbau-kerbau itu gelisah. Iring-iringan kerbau itu terseok-seok dan tidak teratur. Tak lain karena ada kerbau yang tidak kuat lagi berjalan jauh. Tak kuat lagi menahan panasnya sinar matahari. Di sisi lain, kerbau muda yang masih kuat berjalan terus saja meninggalkan kawanannya. Karena itulah, iring-iringan kerbau itu kocar-kacir.
    Saudagar kerbau panik. Dia tidak mau kerbau-kerbaunya mati kepanasan. Bisa rugi besar bila itu terjadi. Paling tidak kerbaunya bisa kurus dan tidak terlihat menarik lagi. Itu bisa berakibat fatal karena jelas harganya akan turun. Risikonya jelas keuntungan yang akan didapat tidak sesuai yang dibayangkan. Karena itulah, si saudagar kerbau itu segera mencari sumber air. Ya, kerbau-kerbaunya begitu kehausan dan tidak kuat lagi berjalan. Itu adalah sinyal buruk agar perjalanannya dihentikan dahulu.
    Setelah mencari sumber air ke sana-sini, akhirnya si saudagar kerbau itu menemukan sumber air yang melimpah. Ada sebuah kedung atau situ yang airnya begitu bening. Lalu, saudagar kerbau itu segera menggiring kerbau-kerbaunya agar berjalan menuju ke sumber air. Begitu melihat sumber air yang begitu melimpah, kerbau-kerbau itu terlihat begitu senang dan suka cita. Hewan ternak mirip badak itu langsung terjun ke kedung untuk mandi. Puluhan kerbau tumpah ruah melepaskan dahaga dengan minum air sepuas-puasnya. Tidak hanya itu, kerbau-kerbau itu pun langsung mandi agar kulitnya tidak kepanasan.
    Tak boleh terlalu lama kerbau-kerbau itu dibiarkan mandi. Saudagar segera menggiring kerbaunya untuk melanjutkan perjalanan ke pasar hewan. Dibunyikannya cambuk di tangannya berkali-kali. Dihitungnya kerbau itu satu per satu. Khawatir ada yang hilang karena jelas bisa mengurangi keuntungannya. Setelah dihitung, ternyata kerbaunya kurang satu. Harap-harap cemas, saudagar kerbau segera mencari hewan kesayangannya. Setelah mencari ke sumber air, ternyata ada seekor kerbaunya masih mendekam ke air. Jantung saudagar berdetak lebih cepat. Segera diraba moncong hitam kerbaunya. Begitu tersentuh, kepala kerbau langsung tertunduk terbenam. Kerbau tersebut telah mati. Saudagar langsung tertunduk lemas. Sedih sekali karena terbayang keuntungan besarnya melayang.
    Di tengah kesedihannya itu, lewatlah seorang wali. Melihat ada orang yang sedang menangis penuh kesedihan, sang wali berusaha menghampiri saudagar itu. Begitu mengetahui penyebab sedih dan menangisnya saudagar, sang wali pun memberikan nasihat-nasihat panjang. Saudagar itu menyimak semua nasihat sang wali penuh khikmad. Hidup itu penuh perjuangan. Ada pasang ada surut. Ada naik ada turun. Ada untung ada rugi. Karena itu adalah hukum alam yang harus dijalani. Berkat nasihat itu pula, semangat saudagar kembali menyala. Ia tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan. Karena itulah, saudagar itu segera bangkit dan ingin melanjutkan perjalanan ke pasar hewan.
    Sebelum melanjutkan perjalanan, sang wali mengajak saudagar untuk menguburkan bangkai kerbau itu. Dicarinya lahan yang cukup. Digalinya lobang yang aman agar bangkai itu tidak dimakan binatang buas. Lalu, dikuburkannya bangkai kerbau itu secara layak. Karena daerah itu belum mempunyai nama, akhirnya sang wali menamainya dengan sebutan Bomati yang berasal dari dua kata bahasa Jawa, yakni kerbau dan mati.

    (Sukardi)

  • Deskripsi

    Komentar *
    Nama *